Tak ada yang bisa merumuskan, kapan tepatnya bentuk tulisan feature diketemukan. Namun satu yang pasti, di Indonesia genre penulisan ini mulai dikenal seiring tumbuh dan berkembangnya majalah TEMPO, besutan Goenawan Muhammad.
Penulisan feature lebih merupakan gaya penulisan yang diharapkan untuk menggugah emosi pembaca. Pemilihan kata-kata serta pilihan tema menjadi sangat penting. Alur yang digunakan sekilas tampak seperti alur cerita, mungkin jika bisa kita kategorikan hal tersebut sebagai alur yang ada dalam cerita pendek (cerpen). Pemilihan kata dengan menganut alur sastrawi menjadi panduan bagi orang-orang yang ingin menulis feature.
Penggunaan alur sastrawi bukan berarti menghilangkan fakta sebenarnya dari apa yang kita tulis. Seperti layaknya penulisan lain, fakta tetap menjadi sesuatu yang harus dinomorsatukan. Fakta tersebut diketemukan oleh seorang jurnalis ketika ia telah melakukan reportase.
Penulisan dengan menggunakan model ini kerap dipergunakan dengan satu tujuan. Biasanya pendekatan kemanusiaan yang menjadi tujuan penulisan feature ini. Tema yang biasa disodorkan bagi penulisan jenis ini adalah sesuatu yang dekat dengan kenyataan hidup. Biasanya kehidupan ‘kaum bawah’ menjadi pilihan tepat.
Selain tema tersebut, ada pula laporan yang biasa mempergunakan jenis penulisan ini. Biasanya laporan perjalanan juga merujuk pada penulisan feature. Misalnya, laporan perjalanan ke suatu tempat (daerah), yang tentu saja memerlukan deskripsi yang kuat.
Namun bukan berarti penulisan feature lepas dari pakem jurnalistik. Metode 5W + 1H (What, When, Where, Who, Why, dan How), tetap menjadi elemen penting. Ini berguna untuk mendeskripsikan suatu obyek yang akan dituju. Karakter majalah atau koran yang mengandalkan tulisan, membuat kelihaian deskripsi terhadap obyek menjadi sesuatu yang berharga.
Penulisan Feature Mengandalkan Deskripsi
Deskripsi penulisan menjadi sesuatu yang lazim. Karakter majalah atau koran yang notebene non visual, menjadikan deskripsi terhadap obyek menjadi penting. Tujuannya tentu agar pembaca mengerti, minimal mengetahui obyek yang kita tuju.
Deskripsi terhadap obyek meliputi beberapa hal. Jika itu menyangkut orang, maka harus jelas personifikasinya. Misal, orang tersebut umurnya berapa, dimana ia bekerja, berapa anaknya dll. Pendek kata, pembaca disodorkan kejelasan mengenai orang tersebut. Begitu pula dengan obyek lain, misalnya tempat. Pembaca juga harus disodori pengetahun tentang kejelasan tempat tersebut.
Deskripsi ini menjadi penting, karena menyangkut kelengkapan sebuah berita. Bisa diistilahkan bahwa deskripsi ini sebagai bumbu sebuah tulisan, agar ‘rasanya’ tidak hambar. Deskripsi seperti ini tidak akan banyak diketemukan dalam penulisan model straight news.
Yang juga patut dijadikan perhatian bagi penulis pemula, adalah mengenai teknis penulisan feature. Menulis feature hendaknya menggunakan bahasa yang lincah, ringan, runut, dan mudah dimengerti. Bayangkan, betapa indahnya jika pesan tulisan bisa disimak semua kalangan dengan bahasa yang gampang ketimbang hanya dimengerti sebagian kalangan lantaran bahasanya yang rumit dan kerap mencomot istilah asing.
Yang tak kalah penting, pemilihan judul untuk penulisan feature berbeda sama sekali dengan tulisan straight news. Untuk judul tulisan feature sebaiknya tak langsung menunjukkan masalah, tidak terlalu provokatif, lebih baik lagi yang bisa membuat pembaca tergelitik. Bagi penulis, mencari judul terkadang sama repotnya dengan dengan mengawali sebuah tulisan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar